Tuesday 24 April 2012

Perjalanan Terusan Suez

“Jika terusan suez ini di buka maka bencana akan datang” (Umar bin Khattab)


Sebuah perkataan beberapa minggu ini yang membuat saya terus berpikir, ialah mengenai terusan suez. Konon, khalifah umar bin khattab RA mengatakan jika terusan suez ini di buka maka bencana akan datang.

Perkataan Ibnul Khattab tersebut menjadi kenyataan, setelah pada tahun 1870 saat terusan Suez dibuka, maka pihak-pihak yang menginginkan keuntungan pribadi dan kejahatan yang terselubung dapat secara mudah dengan adanya terusan ini.

Sejauh mata memandang, terusan Suez merupakan terusan kapal sepanjang 163 km yang terletak di Mesir di bagian barat Semenanjung Sinai. Terusan kapal yang menghubungkan dua Pelabuhan yakni pelabuhan Said (Būr Sa'īd) di Laut Tengah dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah. Terusan ini di buka kembali pada 1870 atas prakarsa insinyur Perancis Ferdinand Vicomte de Lesseps, pada masa pemerintahan raja Abdul Nasher.

Sebelumnya, dalam Era muslim menyebutkan terusan Suez sudah dibangun pada masa sebelum Firaun Cheops berkuasa. Para Firaun Mesir mengimpor bahan-bahan seperti kapur barus dari “daerah di balik matahari terbit”, yang dibawa menyusuri Laut Merah dan menyeberangi gurun yang panas dan terik—dengan dipanggul manusia atau onta—menuju pusat pemerintahan atau daerah gudang. Perjalanan di gurun inilah yang sering memakan korban, baik tenaga kasar maupun biaya yang harus ditanggung kerajaan. Hal ini tentu memusingkan para pembesar Mesir. Akhirnya mereka memutuskan untuk membuat sodetan panjang yang menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah dan membangun armada laut yang kuat.

Selama beberapa abad setelah berakhirnya pemerintahan Sesostris, kebudayaan Indus mulai mengalami kemunduran. Dan Terusan Suez yang kala itu disebut sebagai Terusan Firaun pun terbengkalai, yang pada akhirnya tertutup pasir, dikarenakan tidak terurus, sehingga sejarah mencatat sejak itu tidak ada lagi interaksi antara Mediteranian dengan Samudera Hindia sampai seribu tahun sesudahnya.

Namun Sesostris telah memelopori gagasan yang tidak terlupakan, yakni ketika Firaun Necho (berkuasa pada abad ke-6 SM) memimpin armada Phoenician yang berlayar mengelilingi Afrika, ia bersiap-siap membangun kembali terusan baru dari cabang Pelusian di Sungai Nil menuju Bitter Lakes. Proyek raksasa ini kabarnya menelan 100.000 korban jiwa. Proyek ini diteruskan oleh Darius I dari Sungai Nil menuju Laut Merah, pada 521 SM hingga 485 SM. Dan ketika terusan ini tertutup kembali oleh sedimentasi alam, tertutup pasir dan tanah, beberapa tahun kemudian dibuka kembali oleh orang-orang Athena, dan dua abad kemudian oleh Ptolemy Philadelphus.

Robert Dick-Read mencatat, pemerintah Romawi tidak mengurus terusan itu dengan baik sehingga tertutup kembali. Barulah pada akhir abad ke-1 M, Kekaisaran Trajan membuka kembali terusan Suez dan dikelola oleh Hadrian dan Antonines hingga akhir abad ke-2 M. Redupnya kekuasaan Romawi di sekitar Mesir membuat terusan Suez kembali tertutup pasir hingga di masa awal cahaya Islam bersinar di jazirah Arabia terusan tersebut dibuka kembali untuk memudahkan pengiriman biji-bijian dari Mesir menuju Makkah.

Tapi pada abad ke-8 M, Al-Mansur memerintahkan agar terusan ini ditutup kembali dengan alasan keamanan, mencegah ancaman dari timur. Terusan Suez atau Terusan Firaun itu pun dengan sengaja ditutup selama berabad-abad, hingga datangnya masa Ferdinand Vicomte de Lesseps.

Menurut cerita kakak saya, salah seorang pengajar sejarah, pembangunan kembali terusan Suez itu tidaklah mudah. Ferdinand, harus berkali-kali mengalami kegagalan dalam hal mengalirkan air tersebut, sebab kawasan yang dibuat terusan itu adalah kawasan gurun sahara. Namun, kegagalan rupanya tidak mematahkan semangat Ferdinand. Dia terus saja berusaha dan berusaha. Dengan cara membuat fondasi yang sangat kuat untuk menahan pasir, akhirnya usaha itu berhasil. Dan jadilah ia pencentus terusan suez kala itu yang dibanggakan oleh bangsa Perancis. Bahkan pemerintahan Perancis menganugerahkan kehormtan tertinggi padanya dengan mengangkatnya sebagai anggota Académie Française.

Terusan Suez pernah dinasionalisasi pada 1956, sehingga membuat marah pemerintahan Inggris, Israel dan Perancis. Dulu ada perjanjian dengan pengelolaan bersama-sama Terusan Suez yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah ini. Israel mempunyai Teluk Aqabah, dan jika ditutup terusan Suez ini maka dampak kerugian sangat besar buat Israel.

Biasanya jika strategi sudah mengalami kebuntuan, terusan Suez ini digunakan untuk melawan musuh. Dan jikalau terusan Suez ditutup maka negara Eropa harus melingkari Afrika untuk menuju Asia. AS pun harus mengambil rute yang lebih jauh kalau masih menduduki Irak. Jadi terusan ini sangat strategis karena menjadi penghubung Eropa dan Asia. Jarak bisa diperpendek 8-10 kali.

Terakhir, saya membaca sebuah berita online tapi saya lupa nama situsnya, yang menyatakan bahwa pemerintahan amerika serikat dan Israel sangat tidak menyetujui jika anggota ikhwanul muslimin menjadi pemimpin Negara mesir menggantikan Hosni Mubarak sebagai presiden. Hal itu disebabkan, jika presiden terpilihnya dari anggota Ikhwan, maka kemungkinan besar Terusan Suez akan di tutup, yang pada akhirnya mengancam aktifitas utama mereka. Tapi, alasan itu hanyalah salah satu alasan dari beberapa alasan yang dilontarkan AS dan Israil. Wallahu’alam

0 comments:

Post a Comment

Pages

 
Free Web Hosting | Top Web Host