By Meriza Akbar(3 Maret 2012)
Selamat malam, ingatanku.
“Pukul tiga esok hari, aku ingin bersama.”
Kau terdengar lesu tak beralasan.
Hanya hitam putih yang memberimu hiasan.
Kalau kau mau tunggu sebentar, aku akan memanggil pikiran yang merindukan suaramu dengan tidak sabar
Kalau kau mau tunggu sebentar, aku akan memanggil pikiran yang merindukan suaramu dengan tidak sabar
Selamat pagi, ceritaku.
“Pukul tiga sore nanti, kita lalui bersama.”
Kau yang selalu menjadi sumber semua kata-kata.
Entah mengapa hanya angin yang memberikan pesan yang sama.
Persiapkan segalanya, dan kita akan menulis kalimat sempurna.
“Pukul tiga sore nanti, kita lalui bersama.”
Kau yang selalu menjadi sumber semua kata-kata.
Entah mengapa hanya angin yang memberikan pesan yang sama.
Persiapkan segalanya, dan kita akan menulis kalimat sempurna.
Selamat siang, rahasiaku.
“Pukul tiga sore ini, kita harus bersama.”
Aku membersihkan jubahku dari kecemasan lama. Agar dapat kau peluk di antara selipan luka.
“Pukul tiga sore ini, kita harus bersama.”
Aku membersihkan jubahku dari kecemasan lama. Agar dapat kau peluk di antara selipan luka.
“Di detik dan titik ini, kita berada di dimensi ruang dan waktu yang sama.”
Tetapi janganlah kita lupa untuk lupa.
Setelahnya masing-masing kita harus berbenah
lantas bergegas pergi dari mimpi kita
Setelahnya masing-masing kita harus berbenah
lantas bergegas pergi dari mimpi kita
Selamat sore, perpisahanku.
Aku bisa saja memberikanmu segalanya saat ini , KECUALI satu..
Genggaman tangan di tengah keramaian nanti di luar pintu cokelat ini
“Pukul tiga lain hari, aku tidak berjanji untuk dapat kita(aku dan kau) terus bersama.”
0 comments:
Post a Comment