Posted by Unknown on 14:52
SEPERTI layaknya kopi, produk teh kini memasuki masa keemasan. Jika produk kopi sedang dalam puncak keemasan dengan menjamurnya kedai kopi, untuk teh baru dalam tahap menuju puncak.
Saat ini kedai teh mulai banyak bermunculan, bahkan di pusat perbelanjaan kelas atas sekalipun. Sekarang lokasi dan tempat kedai teh serta varian teh yang dipilih dapat menunjukkan status sosial seseorang.
Menikmati teh sudah menjadi tradisi keseharian hampir semua masyarakat Indonesia. Cicilia Sriliasta, seorang eksekutif dari sebuah perusahaan teh, menyatakan tingkat konsumsi teh di Indonesia berkisar 330 gram per kapita per tahun, atau kurang dari 1 gram per hari.
Jika dikonversi ke teh celup, dengan asumsi satu teh kantong mengandung 2 gram, 1 saset teh kantong (isi lima kantong) akan habis digunakan selama 10 hari, atau hanya tiga saset per bulan. Bandingkan dengan Inggris, tingkat konsumsi tehnya berkisar 2 kg per kapita per tahun.
”Dari informasi tersebut sangat jelas bahwa masih cukup besar peluang pasar di industri teh kantong,” ujar Cicilia. Produk teh kantong di pasaran, lanjut Cicilia, saat ini terbagi dua jenis. Pertama adalah teh kantong bertali atau lebih dikenal dengan teh celup dan jenis kedua adalah teh kantong tidak bertali atau dikenal dengan teh saring.
Tingkat konsumsi teh celup dalam tiga tahun terakhir terus meningkat, hal ini juga dipengaruhi gaya hidup yang menuntut kepraktisan dalam menyeduh teh. Yang lebih menarik lagi, pada tahun terakhir ini, konsep teh kantong tanpa tali atau teh saring terus mengalami pertumbuhan positif. Ini menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi masyarakat dalam menikmati teh kantong, sekaligus memberikan pilihan bagi pengguna teh kantong.
”Teh saring memang akan menjadi produk primadona baru bagi pasar teh kantong, melihat pertumbuhan pasarnya sangat signifikan dan cukup menjanjikan,” ungkap Cicilia.
Cicilia menyatakan pertumbuhan pasar teh ini terjadi karena adanya tradisi menikmati teh saring dalam komunitas dan sekaligus memberikan kepraktisan.
Sementara itu, Irfan Fauzi seorang penikmat teh, menerangkan bahwa teh saring merupakan tradisi sajian teh Indonesia sebenarnya. Karena sejak teh masuk pertama kali ke Indonesia pada 1684 melalui saudagar Eropa, Andreas Cleyer, teh sudah menjadi minuman ringan yang disajikan untuk dinikmati secara bersama. Cara penyajiannya, teh serbuk diseduh, kemudian disaring menggunakan kain sutra, lalu dinikmati bersama dalam suasana santai.
Seiring perkembangan zaman pada akhir 1960-an, produk teh kantong dengan tali atau teh celup mulai diperkenalkan. Teh celup secara produk mempunyai karakter individual, karena satu kantong teh celup hanya diperuntukkan untuk satu orang. Hal ini mengikis tradisi sajian teh Indonesia sebenarnya yang dinikmati secara bersama-sama, oleh keluarga, kerabat, atau teman.
Namun dua tahun belakangan ini, tren menikmati sajian teh secara bersama-sama mulai muncul kembali. Tren ini mendorong produsen teh mengeluarkan produk teh tanpa tali atau teh saring. ”Teh saring telah mendorong kembali gairah kebersamaan dalam mengonsumsi teh,” sebut Irfan. Peluang ini kemudian disambut para pengusaha resto. M Zaki Hakim, pemilik jaringan kedai teh eksklusif, menyatakan pelanggannya selalu datang bersama dengan teman atau kelompok. Sudah pasti yang dipesan adalah teh saring.
”Karakter teh saring memang cocok untuk dinikmati dalam sebuah komunitas atau kelompok, karena mendorong kehangatan kebersamaan,” ujar Zaki. Satu teh saring yang disajikan dalam 1 pitcher dapat dinikmati untuk 3–5 orang.
Lebih lanjut Zaki menyatakan, dalam satu hari omzetnya rata-rata sebesar Rp5 juta dari produk teh saring saja, belum termasuk penganan pendamping. Kini menikmati teh secara bersama-sama sudah menjadi bagian gaya hidup.(Koran SI/Koran SI/tty)
0 comments:
Post a Comment