Saturday, 1 May 2010

Usia 20-an, Seseorang Mulai Menghadapi "The Real Live"


text TEXT SIZE :  
Share
Adhini Amaliafitri - Okezone
Sangat mudah seseorang berhenti berjuang dengan kehidupan ketika berhadapan dengan quarterlife crisis yang secara garis besar berkaitan dengan pekerjaan. (Foto: Ist.)
UNTUK Anda pemilik usia 20-an, pernahkah menanyakan pada diri sendiri beberapa pertanyaan seputar pekerjan dan pernikahan? Seperti, apakah saya akan mendapatkan kenaikan pangkat atau dipromosikan oleh si bos? Kapan saya bisa membayar semua tagihan kartu kredit, menikah, membeli rumah, dan punya anak?

Pemikiran bahwa usia 20-an adalah masa terbaik dalam kehidupan seseorang sepertinya tidak sepenuhnya benar. Memang, dunia diibaratkan sebagai tiram; tempat tinggal kita menjalani kehidupan dan berbuat berdasarkan keinginan. Namun, masa transisi dari usia remaja menuju dewasa dapat menjadi masa yang membingungkan, bahkan menakutkan. Inilah masa yang disebut masa-masa krisis (quarterlife crisis).
 
Tahapan kehidupan krisis ini awalnya mulai diperkenalkan oleh Abby Wilner dan Alexandra Robbins dalam bukunya ”Quarterlife Crisis: The Unique Challenges of Life in Your Twenties” pada 2001. Buku ini berisi seputar bagaimana Anda menghadapi tantangan unik di usia 20-an.
 
Ia menuliskan, lompatan kehidupan dari dunia akademis menuju dunia profesional sering menyakitkan dan memicu respon ketidakstabilan luar biasa pada diri seseorang. Perubahan yang awalnya terasa begitu konstan dihadapkan dengan beragam pilihan yang tak jarang memunculkan rasa panik tak berdaya. Ketidakstabilan, perubahan, dan rasa tak berdaya inilah yang seringkali menimpa pemilik usia 20-an.

”Para ahli mengatakan bahwa quarterlife crisis mungkin lebih sulit ditelaah sekarang ini, dibandingkan ketika buku itu keluar pada 2001. Sebagai contoh, karyawan baru yang berjuang mendapat pekerjaan dengan upah rendah. Tentu saja, untuk sekarang hal tersebut adalah keputusan sulit,” ujar Wilner dalam wawancara via email baru-baru ini, seperti dilansir The Sydney Morning Herald, Senin (5/4/2010).

Kini, jaminan kerja adalah sebuah kemewahan yang nyata. “Empat atau lima tahun sebelumnya, orang akan mengatakan aku tidak bahagia, jadi aku akan berganti pekerjaan dan lihat apa yang bisa aku lakukan,” kata Dustin Williams, konselor karier di University of Missouri-Kansas City.

Memang, sangat mudah seseorang berhenti berjuang dengan kehidupan ketika berhadapan dengan quarterlife crisis yang secara garis besar berkaitan dengan pekerjaan. Fakta penelitian dari survei nasional yang dihelat Pew Research Centre for the People & the Press menyebutkan, 6 dari 10 generasi muda usia 20-29 tahun mengatakan, mereka telah bergonta-ganti pekerjaan setidaknya satu kali. Lebih lanjut, survei yang melibatkan 2.020 partisipan ini menyatakan, 2-3 karyawan berusia 20-an suka bergonta-ganti pekerjaan.

Selain itu, jajak pendapat yang baru-baru ini dihelat Harvard’s Institute of Politics menemukan bahwa 6 dari 10 kawula muda merasa kuatir tentang kehidupan finansial mereka karena tuntunan untuk memiliki stabilitas finansial lebih baik daripada orangtua mereka dulu.

“Ya, beranjak dewasa dan memikirkan bagaimana masa depan Anda akan terasa menyakitkan, terutama dalam masa quarterlife crisis. Namun, ini merupakan hal alamiah,” kata Deborah Smith, Professor Sosiologi di University of Missouri - Kansas City.

Smith menuturkan, banyak orang mengalami kecemasan di usia 20-an karena usia tersebut adalah masa pertama kali mereka menjalani kehidupan sesungguhnya. “Di benak saya, ini bukanlah suatu krisis. Ini merupakan keputusan, tekanan, dan perubahan pada fase kehidupan,”jelas Smith.
(ftr)

0 comments:

Post a Comment

Pages

 
Free Web Hosting | Top Web Host