BAGI remaja, masa pencarian identitas diri adalah masa yang sangat penting. Proses ini melibatkan banyak orang. Nah, peran orangtua sangat penting membantu mereka menghadapi masa-masa ini.
Jati diri kerap diartikan sebagai identitas diri. ”Identitas diri sebetulnya cara bagaimana seseorang melihat dirinya. Identitas diri juga dikenal dengan istilah konsep diri,” kata psikolog anak dan remaja dari Empati Development Center, Dra Roslina Verauli MPsi.
Masa remaja adalah masa di mana mereka melalui proses pencarian jati diri, pada masa itu para remaja dituntut untuk memiliki rasa percaya diri. Psikolog yang akrab disapa Vera ini menuturkan, peran orangtua di masa anak mencari jati diri ini tentu saja sangat dibutuhkan. Orangtua bisa membantu mereka mengenali dirinya secara mendalam.
Peran orangtua bisa dilakukan dengan memberikan stimulasi yang memadai, menemukan dan mengenali bakat dan potensi anak. Orangtua juga bisa membantu anak mengenai temperamen dan kepribadiannya agar ia bisa beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, mampu memecahkan masalah dengan baik. Kemampuan memecahkan masalah tersebut memungkinkan anak belajar dan berprestasi (baik di sekolah maupun di luar sekolah). Pada masa pencarian jati diri, anak juga dituntut mulai menyadari bakat yang dimilikinya, menyadari bahwa ia akan punya tujuan hidup berupa cita-cita. Nah, dalam hal ini orangtua bisa membantunya dengan mengenalkan model atau tokoh idola. Orangtua juga harus memberi nilai-nilai kehidupan (living values) yang positif, dan sebagainya.
”Pemahaman yang diberikan orangtua di masa pengembangan diri ini, kelak akan membantu anak mengenali dirinya, beradaptasi dengan lingkungan dan menghadapi tantangan kehidupan berupa tantangan karier dan lain sebagainya,” psikolog yang juga berpraktik di RS Cengkareng ini.
Sebetulnya proses pembentukan konsep diri atau jati diri merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Mulai usia sekitar dua atau tiga tahun di mana anak sudah mulai mampu menggunakan bahasa yang memungkinkan mereka belajar lebih banyak tentang diri dan lingkungan. Hingga terbentuk pemahaman tentang diri meski masih dalam kapasitas yang bersifat egosentris (hanya berpusat pada diri sendiri). Bisa diartikan juga, bahwa di masa itu, anak-anak adalah individu yang terpisah dari lingkungannya.
Secara umum, perkembangan ini terjadi di usia sekitar tiga tahun. Anak memahami dirinya adalah individu yang bisa memiliki keinginan, memiliki identitas berupa nama, hingga kelak di usia empat tahun, anak memahami jenis kelaminnya. Perkembangan identitas diri ini terus mengalami perkembangan hingga menjadi lebih kompleks dan berkaitan dengan kapasitas diri.
”Nah, proses memahami identitas diri yang berkaitan dengan kapasitas dan kemampuan ini sebetulnya sudah dimulai sejak usia sekolah di mana tugas perkembangan saat itu adalah mencapai perasaan kompeten atau feeling of industry,” ucapnya.
Dilanjutkan Vera, nantinya di usia remaja, pencarian identitas diri akan lebih banyak melibatkan hubungan bersama orang lain. Pendapat orang lain merupakan acuan penting bagi remaja tentang bagaimana ia kelak akan melihat dirinya. Juga melihat bagaimana hubungan dengan orang di sekitarnya pun turut memengaruhi atau menjadi penting bagi kehidupannya.
Bahkan di usia dewasa, proses penemuan diri ini terus berlanjut. Tentu saja lebih berkaitan dengan pencapaian karier dan pekerjaan, hingga dalam peran sebagai orang tua kelak. ”Jadi, proses pembentukan jati diri terus berlangsung seumur hidup,” kata staf pengajar Universitas Tarumanagara Jakarta ini.
Umumnya, yang terjadi di masa ini adalah anak memperoleh pemahaman, tentang seperti apa dirinya, melalui aktivitas yang ia lakukan, prestasi yang ia capai, pengembangan diri yang ia lalui, hingga hubungan bersama orang lain di sekitarnya. Misalnya saja seperti apa dirinya menurut temanteman dan orang di sekitarnya (terutama orangtua, pengasuh, saudara dekat, guru, dan sebagainya).
Senada dengan Roslina, praktisi emotional intellegence parenting, Hanny Muchtar Darta Certified EI PSYCH-K SET dari Radani Emotional Intellegence Center, mengatakan peran orangtua dalam masa-masa pencarian jati diri anak adalah sebagai pendukung (suporter) atau pemberi motivasi (motivator) serta sebagai pelatih.
”Di masa ini, anak-anak sedang senang bereksperimen, dan orangtua hanyalah mengarahkan, bukan menentukan anak,” tandas praktisi lulusan pendidikan di Emotional Intelligence Six Seconds USA ini. Bantu anak mengenali diri dan berikan pemahaman bahwa setiap orang memiliki kualitas positif dalam dirinya yang tinggal menunggu untuk ditemukan dan dikembangkan.(Koran SI/Koran SI/tty)
0 comments:
Post a Comment